Pages

Selasa, 23 April 2013

Idola



Tokoh idola identik dengan orang dari dunia hiburan, walopun ada juga orang yang mengidolakan tokoh dengan ‘keahlian’ lain. Tokoh dari dunia hiburan bisa jadi itu pelakon drama atau pemilik suara merdu. Atau bahkan orang dibalik layar terciptanya adegan penuh haru dan penulis lagu sendu. Dan biasanya kalau ada konser, showcase, fanmeeting atau fansigning para fans bakal berbondong-bondong ria nan berdesak-desakan hanya untuk melihat lebih dekat dengan idola. 

Dan biasanyaaa...orang yang ‘kecanduan’ ngefans adalah anak-anak ABG. Yeaaahh...mereka memang sasaran empuk buat para bintang ini. Tapi kadang sasaran juga bisa sampai ke orang dewasa ding. *not me.. **really? *** ^^

Aku rasa nonton konser, beli CD atau DVD, nonton film, datang ke fanmeeting itu hal yang wajar. Bahkan memberi barang-barang juga wajar. Paling juga surat tulisan tangan, boneka atau barang-barang ‘kecil’ lain. Tapi kalau yang diberikan barang tergolong mahal? *mbok yo wes ben

Aku menemukan beberapa fans yang memberikan idola mereka barang-barang branded. Punya duit dari mana? Yaaa...mungkin memang mereka kaya. Siapa tahu kan? Atau para fans berkumpul dan patungan buat beliin tu idola barang branded? Hmm...mungkin saja.

Padahal dengan fans beli DVD, nonton konser, datang ke fanmeeting, itu juga sudah termasuk pundi-pundi yang dinikmati idola kan? Tentu idola akan mendapat banyaaaak bagian dari itu. Sudah dapat pundi-pundi masih dikasih barang branded lagi. Woaaa...sapa yang gak mau jadi idola kalo begini.. *aku gak mau..

Tapi ya mungkin itu kepuasan tersendiri buat fans kalo mereka bisa memberi barang-barang itu buat idola mereka. Apalagi kalo barang itu dipakai *misal baju,tas,jam tangan. Wuiiihh...langsung woro-woro dah kalo barang pemberian mereka dipakai. Hehehe. 

Yasudahlah,,biarlah mereka dengan kehidupan mereka dan aku dengan kehidupanku.... ^^

sumber: Google

Senin, 22 April 2013

Ayo ke Phuket



Makan Indonesian food? Udah tiap hari. Italian food sesekali. Chinesse food sering. Korean food pernah. Japanesse food udah juga. Saatnya Thailand food....!!! 

Kali ni nyobain rasanya Thailand food di Phuket resto. Kebetulan tempatnya gak jauh dari kantor. Meluncurlah sore itu aku ke Phuket bareng si unnie.

Di gerbang pintu masuknya ada tulisan dengan huruf Thailand. Deuh...gak ngerti tu bacanya apa, apalagi artinya. Tapi ada tulisan latin ‘sawadikrap’. Yaaa...kayak gitu juga kali ya tu huruf Thailand kalau di baca.
Selanjutnya pesen apa ni? Karena sebelum hari itu udah pernah ke Phuket ma mbakayune dan pesen Tom Yam seafood, maka kali ini tom yam buka jadi pilihan. Si unnie pesan sapi karie phuket, nasi putih, teh susu dan roti naan gula aren. Aku cukup nebeng lauknya unnie sambil minum sebotol air mineral dan sepiring kentang goreng. kekeke

Setelah makanan-makanan itu terhidangkan di meja kok kami pesan banyak banget ya? kekkeke. Cari bala bantuan buat ngabisin tentunya. Untung mbakayune masih disekitaran kantor, jadi putar arah gak jadi go home, bergabung dengan kami di Phuket.

tom yam seafood

Ini tom yam pesenan ku ma mbakayune dulu. Karena tom yam seafood jadi ya isinya seafood. Udang, cumi, kerang, bakso dan jamur yang setauku buka seafood ikut nyemplung juga. Rasanya asem-asem segeeeerr. Buat yang menghindari kolesterol makanan ini bukan pilihan. ^^ 

sapi karie

Sapi karie nya kayak semur ya? hehehe. Isinya juga ada kentang ma wortel. Makin berasa semur aja tu. Tapi ada rasa pedes mericanya. Sssrrrrpp... 

roti naan gula aren

Roti naan dicocol gula aren. Rotinya gurih agak krispi gitu. Tapi kalau aku lebih suka rotinya dicocol kuah karie. Hehehe. Maklum lidahku kurang bersahabat dengan makanan manis.

kentang goreng

Hmm...kok kentangnya gak dikupas ya. Dipinggirnya masih ada kulitnya. Tapi gak berasa kok kulitnya. Yasud makan sajalah.. ^^


teh susu
Gimana rasanya teh susu ini?? Gak tahu karena gak icip. Tapi dari tampilannya kayak model-model teh tarik ya. hmm..rasanya paling juga mirip *asli tebakan ngawur

Sudah kenyang saatnya pulaaaaanngg........

Kamis, 18 April 2013

Yellow

Awalnya dia temannya temanku
Tapi lama-lama dia juga menjadi temanku
Bahkan bukan sekedar teman biasa
Dan dia adalah penyuka kuning

Dia adalah....
Teman belajar? Hmm...sepertinya jarang
Teman nonton? Iya bangeeett
Teman diskusi? Oo..pastinyaaaa
Teman menghabiskan bonus telepon? Tentulaaaaa

Teman shopping? YES...
Teman berburu buku? Heem..
Teman kuliner? Yuhuuu..
Teman travelling? Yeach...

Berdebat tentang film? hal biasa
Bercerita tentang idola? sangatlah biasa
Saling berbagi buku menarik? Biasa banget

akan sampai kapankah friendship ini?
I hope till the end of time^^


sumber: Google

Blue



hari itu aku melihatnya
berkacamata saat dosen memberi kuliah
memakai rok biru, bertas biru dan tempat pensil biru
ternyata motor yang dia pakai juga biru

semakin hari aku semakin mengenalnya
lama-lama aku menjadi ‘manager’ nya
mengingatkan jadwal kuliah
memastikan dompet dan ponsel tidak tertinggal
dan terkadang mengingatkan tugas kuliah

dan dia pun menjadi ‘penasehat’ ku
menjadi tempatku ‘muntah
menjadi teman belajar dan bergila
bahkan sampai detik ini

kesal menghadapi mahasiswa rese
kesal karena sistem sering eror
sebagai master of SPP
selalu berhadapan dengan angka
itulah hari-hari kami sekarang

akan sampai kapankah friendship ini?
I hope till the end of time^^

sumber: Google


Selasa, 16 April 2013

Berjalan di Atas Cahaya



Ini buku karya Hanum Rais kedua yang aku baca. Sebelumnya 99 Cahaya di Langit Eropa sudah pernah ku tulis. Kalau buku 99 Cahaya bercerita tentang petualangan penulis dalam meniti jejak Islam di Eropa, buku Berjalan di Atas Cahaya berisi beberapa cerita pengalaman-pengalaman penulis (Hanum Rais dan dua temannya) selama tinggal di Eropa, terutama di Austria. 

sumber: Google
Memang tidak mudah tinggal di negara yang minim orang muslimnya bagi kita yang terbiasa tinggal di Indonesia dengan mayoritas muslimnya. Belum lagi kendala bahasa. Penulis tinggal di Austria, negara dengan bahasa Jerman sebagai bahasa resminya.

Cerita di dalam buku ini tidak terlalu panjang pada tiap babnya dan menarik untuk diambil pesan moralnya. Seperti cerita saat penulis pertama kali datang ke Austria. Membawa bayi dalam gendongan seorang diri untuk perjalanan jauh bukan hal yang mudah. Untung saja di pesawat penulis bertemu dengan perempuan bercadar yang membantunya. Bahkan saat di loket imigrasi pun perempuan itu masih membantunya. Masalah dengan bagasi juga teratasi karena bantuan perempuan itu. Namun sayang mereka tidak sempat berkenalan. Perempuan itu pun melambaikan tangan saat taksi membawanya menjauh dari bandara. *agen muslim yang baik ya perempuan itu..

Cerita lain saat penulis bekerja sosial menjadi pengasuh seorang wanita renta di sebuah panti jompo. Si nenek yang bisanya menggunakan bahasa Jerman sedangkan bahasa Jerman penulis masih belum lancar. Bahasa tarzan pun menjadi cara komunikasi mereka. 

Juga ada cerita saat penulis melakukan liputan di sebuah desa terpencil. Bukan terpencil dalam arti terbelakang. Namun jauh dari keramaian kota dan rumah antar warganya memang jaraknya jauh-jauh. Dan hari minggu adalah hari yang sepi. Jalanan sepi dan hampir tidak ada orang berlalu-lalang. Orang-orang menggunakannya sebagai hari pribadi atau keluarga. Mungkin untuk orang Indonesia hal ini bisa membosankan, begitu kata penulis. 

Hmm...,waktu aku baca tiap babnya ternyata satu inti cerita yang simpel bisa jadi bahan tulisan yaa. Setiap menit pengalaman hidup kita, entah dengan teman, keluarga atau orang baru yang tidak sengaja kita temui bisa menjadi satu bahan tulisan. Dan jika dikumpulkan bisa jadi sebuah buku. Wow....mau dunk punya buku sendiri ^^